السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Kata “tauhid” adalah kata benda yang berasal dari kata kerja wahada, yawahidu yang berarti mengesakan. Tauhidullah berarti mengesakan Allah. Kata ini mengandung pengertian sikap, bukan sekedar keyakinan. Seseorang yang beriman tidak hanya dituntut mempercayai atau meyakini akan keesaan Allah, akan tetapi juga harus menunjukkan sikap pengesaan. Sesungguhnya tauhidullah inilah yang menjadi intisari dari akidah sebagai asas bangunan Islam. Allah Ta’ala melarang hamba-Nya yang beriman untuk menyekutukan-Nya, yakni menjadikan sesuatu selain Allah sama kedudukannya atau setara dengan Allah Ta’ala. Tauhidullah adalah upaya mengokohkan keyakinan-keyakinan agama Islam dengan dalil-dalil naqli maupun aqli yang pasti kebenarannya sehingga dapat menghilangkan semua keraguan serta menjadikan jiwa kokoh dan tenang karena keimanan.
Kesesatan yang dilakukan oleh kebanyakan manusia bukanlah karena tidak percaya kepada Allah, akan tetapi yang banyak dilakukan oleh manusia adalah berbuat kesyirikan terhadap-Nya. Manusia sering menyembah sesuatu atau tuhan-tuhan selain-Nya. Mereka berpendapat bahwa tuhan-tuhan tersebut bisa mendekatkan mareka kepada Allah atau memberi syafa’at kepada mereka. Kesempurnaan tauhid kepada Allah adalah apabila seseorang secara keseluruhan meninggalkan kesyirikan rububiyah, uluhiyah, dan kesyirikan asma’ serta sifat terhadap Allah Ta’ala. “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” (QS. Az-Zumar: 65).
TAUHIDULLAH SEBAGAI PANDANGAN HIDUP ISLAM
Diantara syarat diterimanya amal adalah iman dan islam, sedangkan pintu masuk Islam adalah syahadatain, dan syahadatain adalah tauhid itu sendiri sehingga dapat kita katakana bahwa tauhidullah itu amat penting bagi semua manusia. Jika tauhidullah menjadi pandangan hidup kaum muslimin, maka pada diri seorang muslim akan lahir sikap:
a. Ibarat seperti orang buta di dunia ini, ia tidak tahu mengapa ia diciptakan, atau apa hikmah diciptakannya di muka bumi ini, “Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?” (QS. Al-Mulk: 22)
b. Menjadikan hati manusia bersatu karena iman, sehingga mereka saling mencintai karena Allah Ta’ala. “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10).
Masyarakat beriman adalah masyarakat yang saling bekerja sama dalam kebaikan dan takwa, dimana tiap anggota masyarakatnya saling melarang dari perbuatan dosa dan permusuhan, semuanya berusaha untuk sukses menggapai ridha Allah. Individunya pun merasa takut untuk berbuat zhalim, karena ia takut kepada Allah dan takut terhadap hari dimana ia harus mempertanggungjawabkan semua amalnya. Ketika kaum muslimin berpegang teguh dengan tauhid mereka, maka mereka akan menjadi orang-orang terbaik, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali Imran: 110).
c. Jika semangat tauhidullah dan iman telah menyebar di masyarakat, maka pastilah akan membuahkan amal shalih yang diridhai Allah sehingga membuka berbagai pintu kebaikan dan mendatangkan pertolongan Allah. Begitulah dulu kaum muslimin, sebelumnya mereka adalah orang-orang lemah dan miskin, kemudian mereka beriman dan beramal shalih sehingga Allah membuka pintu-pintu keagungan dunia kepada mereka. Dan Allah cukupkan bagi mereka karunia-Nya.
Berikut ini akan dijelaskan urgensi tauhidullah bagi hidup seorang muslim.
Pintu Masuk Dalam Islam
Jika seseorang memasuki pintu, maka ia membutuhan kunci untuk membuka pintunya. Demikian juga umat Islam, mereka harus mengucapkan dan menyakini syahadatain agar mereka dapat disebut sebagai seorang muslim. Syahadatain adalah kunci bagi seorang muslim, yang dengannya itu seorang muslim mendapatkan semua janji-janji Allah baik berupa diterimanya amal hingga pahala yang berlimpah ruah. Tanpa kunci itu, sebanyak apapun amal seseorang, maka tidak akan ada nilainya dihadapan Allah Ta’ala. Jika seseorang belum mengucapkan syahadatain, dia tidaklah disebut seorang muslim sehingga amalnya pun tidak dinilai sebagai amal sholeh, “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam.” (QS. At-Taubah: 113)
Konklusi Ajaran Islam
Materi dua kalimat syahadat terdiri dari dua prinsip. Pertama, pengakuan bahwa tiada tuhan (yang haq) selain Allah. Kedua, pengakuan bahwa Muhammad bin Abdullah adalah utusan Allah. Kedua prinsip ini mengandung dua inti ajaran Islam, yang keduanya itu menjadi landasan bagi syarat diterimanya amal. Jika seseorang mengamalkan suatu amalan, baik ibadah mahdhoh (khusus) atau ibadah ammah (umum), maka keduanya itu harus melekat pada sikap ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Ikhlas Karena Allah Ta’ala
Kalimat Laailaha Ilallah mengandung makna ikhlas. Hal itu karena kata “illah” yang umumnya diterjemahkan dengan arti tuhan, ternyata mengandung pengertian yang jauh lebih spesifik. Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan arti kata ilah dengan mengatakan, “Segala sesuatu yang dicenderungi hati dengan seluruh perasaan cinta, pengagungan, penghormatan, pemuliaan, rasa takut, rasa harap, dan lainnya.”
Maka kalimat Laailaha Ilallah berarti tidak ada sesuatu yang dicenderungi oleh hati dengan seluruh perasaan cinta kecuali kepada Allah. Dalam kalimat ini terkandung hakikat ikhlas, dimana seseorang hanya mengharapkan ridha dan pahala Allah dalam beramal sebelum mendapatkan berbagai tujuan duniawi. Jadi, bila seseorang beramal disertai hati yang cenderung kepada selain Allah, maka sesungguhnya dia telah melanggar prinsip ikhlas itu.
- Mengikuti Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Kalimat syahadat kedua yang artinya Muhammad adalah utusan Allah mengandung prinsip dasar ajaran bahwa Muhammad adalah rujukan dalam praktik kehidupan dan ibadah. Untuk menegakkan prinsip ini, seorang muslim harus ittiba’ atau mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap gerak kehidupannya. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 13)
Ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menjadikan beliau sebagai tauladan dalam menjalankan perintah Allah Ta’ala. Dengan kata lain, mengaplikasikan sunnah rasul dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kaitannya dengan amal ibadah secara khusus maupun umum.
Bagi umat manusia yang semenjak awal kehidupannya telah dituntun dengan bimbingan Islam, maka syahadat merupakan tonggak dan pemandu bagi dirinya dalam menjalani kehidupan. Namun bagi umat manusia yang telah tersesat jalannya, syahadat adalah prinsip yang menjadi titik tolak perubahan dalam hidupnya menuju arah kehidupan yang lurus sesuai dengan jalan yang telah digariskan Sang Khalik. Syahadat dapat mengubah kehidupan manusia secara total karena didalamnya terdapat prinsip dasar yang mengubah cara pandang manusia akan hakikat diri, alam semesta dan tuhannya. Dengan syahadat ini, Nabi telah mengubah suatu masyarakat yang demikian sesat menjadi masyarakat yang selalu konsisten pada jalan yang lurus.
- Perubahan Individual
Dalam konteks individu, bisa kita saksikan perubahan total yang terjadi pada masing-masing pribadi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Umar bin Khattab yang selama masa jahiliyah begitu banyak melakukan kejahatan, namun setelah mengikrarkan kalimat syahadat, ia berubah menjadi seorang Umar yang shalih dan menjadi seorang pembela Islam yang gigih. Kalimat Laailaha Ilallah telah membongkar mentalitas dan kejiwaan manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan hanya kepada Allah Ta’ala. Inilah kunci perubahan total yang terjadi pada individu dan masyarakat. Penghambaan kepada benda-benda telah membuat manusia menjadi hina dan tiada berharga, menyebabkan manusia menjadi kehilangan harkatnya.
- Perubahan Sosial
Dalam konteks sosial, kita melihat perubahan total yang terjadi pada masyarakat penyembah berhala di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimasa jahiliyah, mereka saling bermusuhan satu sama lain. Namun setelah mereka disinari dengan cahaya Islam, perubahan total pun terjadi dalam kehidupan mereka. Masyarakat Islam yang terbentuk setelah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa diliputi dengan cinta dan kasih sayang antara sesama mereka. Mereka pun saling menjaga hak, martabat, serta mengangkat dan memberikan penghormatan pada kaum wanita yang pada masa sebelumnya begitu dihinakan. Tidak hanya itu, mereka juga sangat tunduk terhadap aturan Allah Ta’ala dalam segala aspeknya. Demikianlah perubahan yang terjadi pada masyarakat jahiliyah setelah kalimat syahadatain diikrarkan. Mereka mudah menerima dan melaksanakan aturan yang Allah berikan, tanpa tawar menawar serta tanpa merasa keberatan ataupun penolakan.
Hakekat Dakwah Rasulullah
Setiap nabi dan rasul senantiasa menyeru kepada kemurnian tauhid. Mereka mengajak manusia hanya menyembah kepada Allah dengan mengingkari thaghut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi penyeru yang selalu mengajak manusia kepada tauhid. Dakwah nabi hanyalah berorientasi mengajak manusia agar menyembah kepada Allah Ta’ala semata. Perintah berdakwah adalah mengajak manusia kepada Rabb-nya serta melarang mereka dari perbuatan syirik. Hal ini semakin memperjelas tujuan utama dalam dakwah, yakni semata-mata mengajak manusia kepada Allah tanpa mempersekutukannya dengan sesuatu apapun.
Mendapat Beberapa Keutamaan Besar
Terdapat sejumlah keutamaan yang amat mendasar pada kalimat syahadat yang diikrarkan oleh setiap muslim, di antara keutamaan yang fundamental pada kalimat syahadat adalah sebagai berikut:
Memberikan kejelasan identitas
Mendatangkan kebahagiaan hakiki
Mengantarkan umat menuju kemenangan
Mengantarkan umat ke surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa meninggal sedang ia mengetahui bahwa tidak ada tuhan (yang haq) kecuali Allah, maka ia masuk surga.” (HR. Muslim).
KESIMPULAN
Sesungguhnya iman kepada Allah merupakan tanda hidupnya hati, menambah kekuatan pada diri untuk menaiki tangga kesempurnaan. Iman adalah pendorong bagi jiwa agar menghiasi diri dengan budi pekerti yang baik, menjauhkan diri dari kehidupan dan hal-hal yang sia-sia. Iman juga merupakan sumber ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang karena ia sejalan dengan fitrah dan seiring dengan tabiatnya. Ia adalah sumber kenyamanan dan kebahagiaan bagi masyarakat karena ia mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat, mengencangkan tali kekeluargaan, membersihkan hati, dan dengan itu semua masyarakat menggapai fadhillah. Fadhillah itu sendiri adalah nikmat ridho atau kerelaan dalam segala hal, baik dalam kondisi lapang maupun sempit, mudah ataupun sulit, serta manis ataupun pahit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh mengherankan urusan orang mukmin itu, sesungguhnya segala urusannya adalah baik, tidaklah itu berlaku bagi seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika ia mendapat nikmat, ia bersyukur. Dan jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, maka menjadi baik untuknya.” (HR. Ahmad).
Maka orang-orang beriman yang menjiwai dan merasakan seperti itu akan tenang hati dan jiwanya. Tauhid itu menyucikan jiwa dari persangkaan, khurafat, dan takhayul sehingga dengan begitu ia akan jernih dan bersih sesuai dengan fitrahnya. Tauhid akan menampakkan izzah dan mana’ah, orang yang beriman percaya bahwa dunia adalah mazra’atul akhirah, “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan kebaikan apa saya yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 110).
Sesungguhnya kekuatan bumi takkan mampu menghadang orang-orang yang dihatinya dipenuhi pancaran iman, serta amalnya didasarkan pada pengawasan Allah. Seseorang yang menauhidkan Allah akan membuat seseorang merasa bahwa hidupnya mempunyai tujuan dan makna yang tinggi, memiliki dorongan untuk terus berbuat yang terbaik. Dengan begitu akan terwujud pribadi utama dan masyarakat yang mulia serta negara yang makmur.
Sesungguhnya seseorang yang beriman kepada qada’ dan qadar Allah, mengetahui kaitan antara sebab dan akibat, mengerti nilai amal, kedudukan dan keutamaannya. Ia akan mengetahui bahwa di antara taufik Allah bagi manusia adalah petunjuknya untuk mengupayakan sebab-sebab yang dapat mengantarkannya kepada tujuan. Dan dia tidak akan berputus asa apabila ada sesuatu yang tidak dicapai olehnya, sebagaimana dia tidak akan lupa diri dan sombong jika berhasil meraih keuntungan dunia. Hal itu tentu sebagai wujud dari iman kepada syari’at Allah.
Siapa saja yang tidak mengenal tauhid, maka ia buta seperti hewan, mati berkalang tanah dalam keadaan tidak tahu mengapa ia dulu memulai kehidupan dan meninggalkan dunia tanpa tahu mengapa dulu ia memasukinya.
Orang yang beriman mengenal Rabb dan penciptanya, ia mengetahui mengapa Allah menciptakannya di dunia ini sehingga ia hidup dengan petunjuk dari Allah, berjalan diatas jalan yang lurus. Orang yang beriman dengan iman yang benar tidak akan berbuat zhalim dan terjatuh dalam perbuatan haram lainnya, sehingga dengan demikian persaudaraan dalam kehidupan masyarakat akan semakin solid. Iman itu berbuah amal shalih, membuat ridha Sang Khaliq, dan sebagai imbal baliknya, Allah akan buka keberkahan-Nya dan pertolongan-Nya kepada kaum mukmin.
DAFTAR PUSTAKA
Takariawan, Cahyadi, Wahid Ahmadi, Abdullah Unono. 2003. Syahadat dan Makrifatullah. Solo: Era Intermedia
Tim BIP. 2005. Materi Tarbiyah. Solo: Bina Insani Press
Al-Albani, Nashiruddin. 2005. Aqidah Thahawiyah. Jogjakarta: Media Hidayah
Tim Ahli Tauhid. 1998. Kitab Tauhid. Jakarta: Darul Haq
Semoga bermanfaat dan Salam Ukhuwah Wahai Saudaraku
واَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
No comments:
Post a Comment