Monday, March 14, 2011

PERMULAAN DAN KESUDAHAN

TANDA AKAN KEBERHASILAN PADA AKHIR PERJUANGAN ADALAH KUAT MENYERAH DIRI KEPADA ALLAH S.W.T  PADA AWAL PERJUANGAN.
BARANGSIAPA CEMERLANG PERMULAANNYA, AKAN CEMERLANGLAH KESUDAHANNYA.
Hikmah 34 merumuskan intisari kesemua Kalam Hikmah yang diuraikan terlebih dahulu. Berserah diri kepada Allah s.w.t, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan segala urusan kepada-Nya adalah jalan untuk mendekati Allah s.w.t. Kesemua ini dapat diibaratkan sebagai kendaraan, sementara ilmu dan amal diibaratkan sebagai roda. Barang siapa yang hanya membina roda tetapi tidak membina kendaraan, maka dia akan memikul roda bukan menaiki kendaraan. Dia akan keletihan dan berhenti di tengah jalan sambil asyik bermain-main dengan roda seperti kanak-kanak.
 
Persoalan berserah diri sering menimbulkan kekeliruan kepada orang yang berlarut membincangkan mengenainya. Suasana hati dan derajat akal mengeluarkan berbagai uraian tentang berserah diri kepada Allah s.w.t. Ada orang yang beranggapan berserah diri adalah berpeluk tubuh atau berdiam diri, tidak melakukan apa-apa. Ada pula  yang  berpendapat orang yang berserah diri itu hidup dalam ibadah semata-mata, tidak memperdulikan kehidupan harian. Banyak lagi yang beranggapan dan berpendapat yang dikemukakan dalam menjelaskan mengenai berserah diri. 

Sifat orang yang berserah diri adalah merujuk suatu perkara yang diperselisihkan kepada Allah s.w.t. Mereka tidak taasub memegang sesuatu fahaman yang diperoleh melalui pikirannya atau pendapat orang lain. Mereka bersedia melepaskan pemahaman dan pendapat pribadi dengan peraturan dan hukum Tuhan. 

Sewaktu hidup di dalam dunia ini mereka mengembalikan segala urusan kepada Allah s.w.t karena mereka yakin bahwa diri mereka dan urusan mereka akan kembali juga kepada Allah s.w.t di akhirat kelak. Perjumpaan dengan Allah s.w.t di akhirat menguasai tindakan mereka sewaktu hidup di dunia ini.
Dan (katakanlah wahai Muhammad kepada pengikut-pengikutmu): “Apa  perkara agama yang kamu perselisihkan  padanya maka hukum pemutusnya terserah kepada Allah; Hakim yang demikian kekuasaan-Nya ialah Allah Tuhanku; kepada-Nya jualah aku berserah diri dan kepada-Nya jualah aku rujuk kembali (dalam segala keadaan)”.( Ayat 10 : Surah asy-Syura )
Orang yang berserah diri kepada Allah s.w.t, mengembalikan urusan mereka kepada-Nya, meyakini bahwa golongan manusia yang benar-benar mengerti kehendak Allah s.w.t adalah golongan nabi-nabi. Oleh karena itu pegangan dan tindakan para nabi mesti dijadikan sandaran dalam membentuk pegangan pribadi dan juga dalam melakukan tindakan.
Dan ia (Yakub) berkata lagi: “Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk (ke bandar Mesir) dari sebuah pintu saja, tetapi masuklah dari beberapa buah pintu yang berlainan Dan aku (dengan nasihatku ini), tidak dapat menyelamatkan  kamu dari sesuatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Kuasa menetapkan sesuatu (sebab dan musabab) itu hanya tertentu bagi Allah. Kepada-Nya  aku berserah diri, dan kepada-Nya hendaknya berserah diri bagi orang-orang yang mau berserah diri”. ( Ayat 67 : Surah Yusuf )
Ayat di atas menceritakan sifat berserah diri yang ada pada Nabi Yakub a.s. Beliau a.s menasihatkan anak-anaknya yang sebelas orang itu memasuki kota Mesir melalui pintu-pintu yang berlainan. Allah S.W.T menunjukkan Nabi Yakub a.s mengakui tuntutan berikhtiar sebagaimana kedudukan mereka sebagai manusia. Walaupun begitu Nabi Yakub a.s mengingatkan pula anak-anaknya bahwa mengikuti nasihat beliau a.s bukanlah jaminan yang anak-anaknya akan selamat dan mendapatkan apa yang mereka cari. Ikhtiar pada zahir mesti disertai dengan iman pada bathin. 

Orang yang beriman meyakini bahwa Allah s.w.t saja yang mempunyai kuasa penentuan. Oleh yang demikian orang yang beriman dituntut agar berserah diri kepada Allah s.w.t saja, tidak berserah diri kepada yang lain, sekalipun yang lain itu adalah malaikat, wali-wali ataupun ayat-ayat Allah s.w.t. Allah s.w.t yang menguasai malaikat, wali-wali dan ayat-ayat-Nya. Penyerahan bulat kepada Allah s.w.t bukan kepada sesuatu yang dinisbahkan kepada-Nya. Perkara ini dinyatakan oleh Nabi Hud a.s sebagaimana yang diceritakan oleh ayat berikut:

“Karena sesungguhnya aku telah berserah diri kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kamu! Tiadalah sesuatupun dari makhluk-makhluk yang bergerak di muka bumi melainkan Allah jualah yang menguasainya. Sesungguhnya Tuhanku tetap di atas jalan yang lurus”. ( Ayat 56 : Surah Hud )  

Tuhan berada di atas jalan yang lurus. Tuhan tidak mengantuk, tidak lalai, tidak keliru dan tidak melakukan kesalahan. Apa saja yang Tuhan lakukan adalah benar dan tepat. Tuhan berbuat sesuatu atas dasar ketuhanan dan dengan sifat ketuhanan, tidak ada pilih kasih. Dia adalah Tuhan Yang Maha Adil. Pekerjaan-Nya adalah adil. Dia adalah Tuhan Yang Maha Mengerti dan Maha Bijaksana.

Pekerjaan-Nya adalah sempurna, teratur dan rapi. Dia adalah Tuhan Pemurah dan Penyayang. Pekerjaan-Nya tidak ada yang zhalim. Tuhan yang memiliki sifat-sifat ketuhanan yang baik-baik itu mengadakan peraturan untuk diikuti. Mengikuti peraturan-Nya itulah penyerahan kepada-Nya. Nabi-nabi dan orang-orang yang beriman diperintahkan supaya menyampaikan kepada umat manusia apa yang datang daripada Allah s.w.t. 

Pekerjaan manusia adalah menyampaikan. Jika apa yang disampaikan itu tidak diterima, maka serahkan kepada Allah s.w.t. Dia memiliki Arasy yang besar, yang memagari sekalian makhluk. Tidak ada makhluk yang dapat menembusi Arasy-Nya. Arasy-Nya adalah pagar Qadar. Apa yang dia ciptakan dan tentukan untuk makhluk-Nya dipagari oleh Arasy.


Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika bapak-bapak kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, dan harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, - (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad untuk agama-Nya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusan-Nya (azab siksa-Nya); karena Allah tidak akan memberi petunjuk  kepada orang-orang yang fasiq (durhaka)”. ( Ayat 24 : Surah at-Taubah )
  Perlu dipahamkan bahwa sekalipun seorang hamba telah berserah diri kepada Allah s.w.t, tanpa Allah s.w.t menerimanya tidak mungkin tercapai tujuannya. Penerimaan Allah s.w.t yang benar-benar membawa hamba kepada-Nya. Tanda Allah s.w.t menerima hamba-Nya adalah terdapat kecemerlangannya dimasa permulaan. Berlaku semua perubahan-perubahan kepada diri si hamba itu. Sifat buruknya terbuang dan sifat terpuji menghiasinya. Dia menjadi gemar beribadah dan berbuat taat. Semakin jauh perjalanannya semakin cemerlang hatinya. Dia diterangi oleh Nur Ilahi dan dikurniakan ilmu laduni, yaitu ilmu mengenal Allah s.w.t. Nur Makrifat menyinarinya, maka kenallah dia pada Tuhannya.

No comments:

Post a Comment