Friday, March 4, 2011

TURUNNYA NABI ISA DI AKHIR ZAMAN

Abu Hurairah berkata: Telah bersabda Rasululah SAW, “Demi Allah yang jiwa Muhammad ada pada-Nya, sesungguhnya suatu ketika kelak akan turut Isa bin Maryam AS. Isa bin Maryam itu akan berada di tengah-tengah kamu di akhir zaman nanti. Ia akan menjadi hakim yang seadil-adilnya. Dia akan menghancurkan salib-salib dan mengadili para rahib Nasrani. Kemudian dia akan membunuh babi-babi. Akan dihapuskan semua kemungkaran. Di situ orang-orang sudah tidak ada lagi yang menipu orang lain. Semua akan berkata jujur. Dan terjadilah kekayaan yang melimpah ruah, sehingga tidak seorang pun lagi nanti yang bersedia menerima pemberian orang lain.” (H.R. Imam Muslim)
Hadits ini kita angkat agar kita mengerti, bahwa Nabi Isa AS (rasul ke-24 menurut keyakinan umat Islam) akan turun di akhir zaman nanti, yang sejarah kelahirannya diceritakan oleh Allah SWT di dalam Q.S. Ali Imran ayat 59:
Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia. (Q.S. Ali Imran: 59)
Selanjutnya pada Q.S. An-Nisaa ayat 157 disebutkan:
dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, `Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) `Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah `Isa. (Q.S. An-Nisaa ayat 157)
Bahkan ternyata di dalam Matius pasal 26 ayat 57 – 74, disebutkan bahwa yang disalib itu adalah Yudas Iskariot. Di dalam Injil juga diceritakan, bahwa pada malam gelap itu Yudas melaporkan, bahwa Al-Masih (Isa) yang menjadi Raja Dunia itu sudah ada di taman itu. Tapi ketika malam gelap tidak diketahui siapakah sebenarnya yang ditangkap. Kemudian diseretlah orang yang disangka sebagai Nabi Isa itu ke pengadilan.
Di dalam Injil – Matius ayat 27 – 31 disebutkan: Ketika diseret itu, maka ditanyailah Petrus, “Apakah kamu kenal dengan orang yang akan diadili ini?” Petrus mengatakan, bahwa ia tidak kenal. Kemudian Petrus ditanyai lagi, “Bukankah kamu pernah bersama dia sebagai muridnya?” lalu Petrus berkata, “Iya, tapi bukan dia.”
Maka pada waktu itu Petrus berkata, “Aku bersumpah dan berjanji, bahwa aku tidak kenal orang itu.” Ketika itu berkokoklah ayam.
Di dalam Injil – Matius pasal 26 ayat 47 – 56 juga disebutkan: Bahwa pada saat itu, Isa hilang pada malam tersebut. Beberapa hari kemudian ia baru muncul. Dan dia mengatakan, “Sesungguhnya aku bukan di kayu salib itu. Tetapi aku sudah dijanjikan oleh Allah akan terangkat dari diri kalian.”
Di Injil juga diterangkan, bahwa sesungguhnya Nabi Isa pergi meninggalkan murid-muridnya, sampai Nabi Isa tiba di pinggir Laut Tiberias, dan di sana kemudian Nabi Isa menghilang.
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa ayat 158:
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat `Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. An-Nisaa: 158)
Banyak terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini. Misalkan aliran Mirza Ghulam Ahmad (Ahmadiyah) menganggap, bahwa yang akan lahir di kemudian hari itu bukanlah Isa, melainkan Mirza Ghulam Ahmad. Dan dialah (Mirza Ghulam Ahmad) yang dinamakan Al-Masih Al-Maw’ud. Dan beberapa waktu yang lalu di Indonesia juga ada pengakuan dari Ahmad Moshadeq, bahwa dialah (Ahmad Moshadeq) sebagai Al-Masih Al-Maw’ud. Aliran Syi’ah Ismailiyah dan Syi’ah Imamiyah menganggap, bahwa yang lahir itu nanti adalah Al-Mahdi (Imam Mahdi), bukanlah Al-Masih.
Dalam hal ini, hadits Rasulullah seperti tersebut di awal memberikan ketenangan kepada kita, agar kita tidak bermusuhan satu sama lain, dan kita akan hidup berdampingan dengan damai.
Patut kita ketahui, bahwa hingga hari ini, jiwa orang-orang tersebut penuh dengan keraguan dan kebimbangan.
Firman Allah pada Q.S. Ali Imran ayat 151:
Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim. (Q.S. Ali Imran: 151)
Menurut para ulama tafsir, bahwa peristiwa Nabi Isa (seperti juga ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an) adalah kelanjutan dari peristiwa Ashabul Kahfi.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 10-12:
(10) (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
(11) Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,
(12) Kemudian kami bangunkan mereka, agar kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).
(Q.S. Al-Kahfi: 10-12)
Menurut para ahli tafsir, ketika tujuh orang pemuda Ashabul Kahfi itu masuk ke dalam goa, waktu itu mereka (pemuda Ashabul Kahfi) tertidur lama. Para ahli sejarah mengatakan, tertidurnya tujuh pemuda Ashabul Kahfi itu adalah selama 305 tahun (menurut perhitungan tahun matahari). Menurut para ahli tafsir, Nabi Isa pun kini sedang tertidur.
Rasulullah bersabda:
Ketika malam Isra’ dan Mi’raj, aku ditakdirkan oleh Allah dengan segala kekuasaan, mendapat perintah shalat. Lalu aku berhadapan dengan Allah. Ketika aku berkata, “Attahiyatul mubarakatush shalawatuth thayyibatulillah.” Allah menjawab, “Assalamu‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuh.” Lalu aku berkata, “Assalamu‘alaina wa ‘ala ibadillahish shalihin.” Lalu Allah berfirman, “Asyhaduanlaailaaha illallah wa asyhaduanna Muhammadarrasulullah.” Lalu Allah berfirman, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad.” Lalu aku berkata, “Wa ‘ala ali Muhammad. Kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim. Wa barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad. Kamaa barakta ‘ala Ibrahim, wa ‘ala ali Ibrahim. Fil alamina innaka hamidun majid.” (diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik,)
Jadi dalam dialog antara Rasulullah dengan Allah tersebut di atas, terlihat bahwa Rasulullah begitu mementingkan orang lain. Ketika Rasulullah selesai melaksanakan Isra’ Mi’raj, maka dia ditanya oleh para sahabat, “Apakah doamu kepada Allah, ya Rasulullah?” Dijawab oleh Rasulullah, “Doaku hanya meminta kepada Allah, Ya Allah tolong diringankan umatku, tidak seperti umat-umat terdahulu.”
Telah terbukti di dalam sejarah umat-umat terdahulu, misalkan umat Nabi Nuh, sedikit saja melakukan kesalahan, maka langsung diberikan bencana banjir yang begitu besar, begitu juga umat-umat nabi yang lainnya. Lihatlah di sekitar kita sekarang ini, betapa banyaknya kemaksiatan yang terjadi. Tapi Allah belum menurunkan bencana seperti halnya bencana yang ditimpakan kepada umat-umatnya para nabi sebelum Nabi Muhammad, yang hal ini dikarenakan doanya Nabi Muhammad. Karena itu, sudah selayaknya kita sebagai umat Nabi Muhammad untuk selalu bershalawat kepadanya. Hingga menjelang ajalnya pun, Rasulullah selalu mengatakan, “Ummatiummati … wahai umatku … wahai umatku.” Jadi, betapa Rasulullah begitu mencintai umatnya.
Kemudian lanjutan dari hadits riwayat Imam Muslim di atas adalah:
Nabi Muhammad berkata: “Isa bertemu kepada Umat Muhammad,”
Maksudnya mungkin Nabi Isa tidak turun di kalangan Umat Islam, tapi turun di kalangan Umat Nasrani, kemudian mengadili mereka (Umat Nasrani).
Selanjutnya, Nabi Muhammad berkata:
Akan senantiasa hingga ada Hari Kiamat, di mana Isa Alaihissalam itu pergi ke kalangan Umat Islam, lalu Nabi Isa dipersilakan untuk menjadi Imam oleh Umat Islam. Namun Isa menolak dengan dua tangan, katanya “Nabimu (Muhammad) adalah lebih mulia dari aku. Aku sebenarnya hanya mengikuti ajaran Muhammad. Dan aku membawa ajaran Muhammad ini di tengah-tengah umatku. Inilah yang paling benar hingga Hari Kiamat.”
Jadi, begitulah Umat Nabi Muhammad diberi kemuliaan oleh Allah. Karena itu, kita tidak usah ragu dan kita juga beristiqamah, karena Islam-lah agama yang paling benar. Dan juga kita tanamkan hal ini kepada anak-anak kita. Orang yang beristiqamah itu tidak akan pernah terombang-ambing.
Diceritakan dalam sebuah hadits, ketika Rasulullah mengumpulkan para sahabat. Rasulullah berkata:
“Wahai para sahabatku, sesungguhnya di dekat hari-hari akhir nanti akan lahir di kalanganmu berbagai macam perbedaan pendapat. Di antara mereka ada yang akan menyesatkan kamu. Maka berpegang teguhlah kamu kepada Al-Qur’an dan Sunnahku. Dan gigitlah jubahmu itu dengan gerahammu, karena di kemudian hari nanti tidak sedikit orang yang akan menyesatkan kamu. Sekiranya kamu berpegang teguh kepada Allah dan Rasul, serta para ulama-ulama yang membawa kebenaran, maka selamatlah engkau hingga akhir hayatmu.”
Nanti malaikat akan turun dan berkata, “Tenang, serta jangan ragu dan bimbang. Sesungguhnya Allah akan memberikan pertolongan kepada orang yang beristiqamah.”
Istiqamah adalah menguatkan tekad dan pendirian. Karena itulah, dari sekarang kita berusaha untuk beristiqamah. Selain itu, anak-anak kita juga harus dididik untuk selalu beristiqamah.
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat 92:
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (Q.S. An-Nahl: 92)
Jadi menurut ayat ini, bahwa Umat Islam sudah kokoh, jangan mau diobrak-abrik dan dipecah-pecah. Sekarang kita ini sedang terpecah-pecah. Kekerasan terjadi di mana-mana hanya karena sedikit perbedaan pendapat. Ingat, kita ini adalah umat yang satu (ummatan wahidah). Apabila kekerasan terjadi, maka ingatlah firman Allah pada Q.S. Ali Imran ayat 159:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali Imran: 159)
Apa yang telah disebutkan pada ayat di atas, maka begitulah seharusnya persaudaraan di antara sesama muslim.
Pada suatu hari, ada seseorang yang datang kepada Rasulullah. Orang itu berkata, “Ya Rasulullah, apa yang akan Tuan terangkan kepada kami?”
Nabi berkata, “Tahukah kamu, siapakah orang yang paling termiskin di akhirat kelak?”
Dijawab oleh orang itu, “Yang dikatakan orang yang paling miskin di dunia ini adalah orang yang tidak mempunyai harta, tidak mempunyai dinar, dan tidak mempunyai dirham.”
Rasulullah pun berkata, “Tidak, orang yang paling miskin di kalangan umatku adalah mereka yang datang di Hari Kiamat yang dia itu membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, akan tetapi dia itu selama hidupnya suka menganiaya orang. Pahalanya tersebut kemudian diserahkan kepada Allah, lalu Allah melelang pahalanya tersebut, lalu ditanyakan, siapakah orang yang pernah dianiaya oleh orang tersebut. Apabila orang-orang yang sudah dianiayainya itu datang, maka diberikanlah pahala shalat, puasa, dan zakatnya itu kepada orang yang pernah dianiayainya itu. Jika masih ada yang melapor, maka kejahatan orang yang pernah dianiayainya itu akan dipikulkan kepadanya. Jika masih ada lagi yang melapor, maka dia itu terpaksa dilemparkan ke neraka.” (Dari Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar, dan Abdullah ibn Mas’ud, dirawikan oleh Tarmizi, Nasa’i, Muslim, Darul Quthni, dan Ibnu Hibban)
Maksud dari hadits ini adalah agar kita berbuat baik kepada Allah (hablumminallah) dan berbuat baik kepada manusia (hablumminannas). Karena itu, sesama Umat Islam tidak boleh bermusuhan lebih daripada tiga hari. Karena itu saling bermaafanlah. Apabila bertemu sesama muslim, maka ucapkanlah “Assalamu’alaikum”. Karena itu pula, setelah shalat berjamaah, kita diajurkan untuk saling bersalaman. Jika kita diberikan kebaikan, maka doakanlah orang tersebut agar ia diberi pahala yang melimpah. Jika kita diberi keburukan, maka doakan juga, agar orang tersebut diberi kesadaran. Begitulah sikap yang dianjurkan kepada sesama Umat Islam. Rasululullah pernah bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antaramu hingga ia mencintai saudaranya bagaikan mencintai dirinya sendiri.”
Sabar sebagai pengendalian diri, dan shalat sebagai jalan untuk menuju kepada Allah. Sabar untuk pergaulan dengan sesama manusia, sedangkan shalat untuk pergaulan kita kepada Allah.
Apapun yang terjadi terhadap perselisihan pendapat tentang Nabi Isa, maka kita terima, bahwa perselisihan tersebut adalah sebagai suatu rahmat.

No comments:

Post a Comment