Tuesday, February 1, 2011

BERPEGANG KEPADA MAKAM KEPRIBADIAN

JANGAN MEMINTA KEPADA ALLAH S.W.T SUPAYA DIPINDAHKAN DARI SATU HAL KEPADA HAL YANG LAIN, SEBAB JIKA ALLAH S.W.T MENGKEHENDAKI DIPINDAHKAN KAMU TANPA MERUBAH KEADAAN KAMU YANG LAMA.
Hal adalah pengalaman hati tentang hakikat. Hal tidak boleh didapati melalui amal dan juga ilmu. Tidak boleh dikatakan bahwa amalan menurut tarekat tasauf  menjamin seorang murid memperoleh hal. Latihan secara tarekat tasauf  hanya menyucikan hati agar hati itu menjadi  sesuai untuk menerima kedatangan hal-hal (ahwal). Hal hanya diperoleh karena anugerah Allah s.w.t. Mungkin timbul pertanyaan mengapa ditekankan soal amal seperti yang dinyatakan dalam  Hikmah yang lalu, sedangkan amal itu sendiri tidak menyampaikan kepada Tuhan?
 
Perlu dipahami bahwa seseorang hamba tidak mungkin berjumpa dengan Tuhan jika Tuhan tidak mau bertemu dengannya. Tetapi, jika Tuhan mau menemui seorang hamba maka dia akan dipersiapkan agar layak berhadapan dengan Tuhan pada pertemuan yang sangat suci dan mulia. Jika seorang hamba cenderungan untuk menyucikan dirinya, itu adalah tanda bahwa dia diberi kesempatan untuk dipersiapkan agar layak dibawa berjumpa dengan Tuhan. Hamba yang bijaksana adalah hamba yang tidak melepaskan kesempatan tersebut, tidak menunda-nunda kepada waktu yang lain. Dia tahu bahwa dia menerima undangan dari Tuhan Yang Maha Mulia, lalu dia menyerahkan dirinya untuk dipersiapkan  kepada tahap  menghadap Tuhan sekalian alam. 

Makam di mana seorang hamba ini dinamakan aslim atau menyerah diri sepenuhnya kepada Tuhan. Tuhan yang tahu bagaimana mempersiapkan hamba yang Dia mau temui. Tujuan amalan tarekat tasauf  adalah mempersiapkan para hamba agar berkeadaan bersiap sedia dan layak untuk bertemu dengan Tuhan (memperoleh makrifat Allah s.w.t). Walaupun hal yang demikian merupakan anugerah Allah s.w.t semata-mata, tetapi hal hanya mendatangi hati para hamba yang bersedia menerimanya.
 
Seorang Hamba  yang memperoleh hal, akan meningkatkan ibadahnya sehingga  hal itu sejalan dengannya dan membentuk kepribadian yang sesuai dengan cetusan hal tersebut. Hal yang menetap itu dinamakan makam. Hal yang diperoleh dengan anugerah bila diusahakan akan menjadi makam. Misalnya, Allah s.w.t mengizinkan seorang hamba mendapat hal di mana dia merasa bahwa dia sentiasa berhadapan dengan Allah s.w.t, Allah s.w.t melihatnya secara zahir dan batin, mendengar ucapan lidahnya dan bisikan hatinya. Seorang hamba memperteguhkan daya rasa tersebut dengan cara memperkuatkan amal ibadah yang sedang dilakukannya sewaktu hal tersebut datang kepadanya, seperti sholat, puasa atau zikir, sehingga daya rasa tadi menjadi akrab dengannya. Dengan demikian dia mencapai makam ihsan.
 
Suatu kebiasaan sifat  manusia adalah tergesa-gesa, bukan saja dalam perkara duniawi malah dalam perkara ukhrawi juga. Seorang hamba yang rohaninya belum mantap masih dibaluti oleh sifat-sifat kemanusiaan. Apabila dia mengalami satu hal dia akan merasakan nikmatnya. Rindulah dia untuk menikmati hal yang lain pula. Lalu dia memohon kepada Allah s.w.t supaya ditukarkan atau digantikan halnya. Sekiranya hal yang datang tidak diperteguhkan ia tidak menjadi makam. Bila hal berlalu ia menjadi kenangan, tidak menjadi keperibadian. Meminta perubahan kepada hal yang lain adalah tanda kekeliruan dan bisa mengendurkan perkembangan kerohanian.
 
Kekuatan yang paling utama adalah berserah diri kepada Allah s.w.t, ridha dengan segala ketentuan-Nya. Biarkan Allah Yang Maha Mengerti mengurus kehidupan kita. Sebaik-baik perbuatan adalah menjaga makam yang kita sedang berada di dalamnya. Jangan meminta makam yang lebih tinggi atau lebih rendah. Semakin dekat dengan Allah s.w.t semakin dekat dengan bahaya yang besar, yaitu dicampakan keluar dari majlis-Nya, bagi siapa saja yang tidak tahu menjaga kesopanan bermajlis dengan Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi.  Tunduklah kepada kemuliaan-Nya dan berserah dirilah kepada kebijaksanaan-Nya, niscaya Dia akan menjaga keselamatan dan kesejahteraan para hamba-Nya.

No comments:

Post a Comment