Monday, February 7, 2011

PERMINTAAN DAN KEDUDUKAN


PERMINTAAN DARIPADA-NYA MENUNJUKKAN KURANG PERCAYAMU KEPADA-NYA. PERMINTAAN KEPADA-NYA MENUNJUKKAN KAMU TIDAK MELIHAT-NYA.  PERMINTAAN KEPADA LAINNYA MENUNJUKKAN SEDIKIT MALU TERHADAP-NYA. PERMINTAAN DARI LAINNYA MENUNJUKKAN JAUHNYA KAMU DARIPADA-NYA.

Hikmah 29 ini adalah perumpamaan alat untuk menilai diri sendiri. Perhatikan kecenderungan kita dalam mengajukan permintaan. Jika kita cenderung meminta dari lain-Nya,  tetapi kita lebih sering mengajukan permintaan kepada sesama makhluk, itu tanda hati kita berpaling jauh daripada Allah s.w.t. Hati kita merasakan seolah-olah makhluk yang memiliki kuasa penentu,   sehingga hati kita tidak dapat melihat kepada kekuasaan Tuhan. Cermin hati kita dibaluti oleh awan gelap yang mengandung gambar-gambar benda alam, tuntutan syahwat, permainan hawa nafsu yang melalaikan dan tumpukan dosa yang tidak dibersihkan dengan taubat. Hati yang mengalami keadaan seperti ini dinamakan nafsu amarah.

Amarah seseorang bukan saja menyerang orang jahil yang telah menyakitinya, orang alim dan ahli ibadah juga bisa menerima serangannya dan mungkin tewas kepadanya. Agar orang alim tidak terpedaya oleh ilmunya dan ahli ibadah tidak terpedaya oleh amalnya, perhatikan apa saja yang telah dimintanya ketika dia sedang berdo'a. Jika warna-warni keduniaan seperti harta, pangkat dan kemuliaan yang menjadi tuntutannya dan kesungguhan usaha dan ikhtiarnya ditujukan semata-mata kepada manusia dan alat dalam mendapatkan keperluannya, itu menjadi tanda bahwa hatinya berpaling jauh dari Allah s.w.t. Benahi hati agar ia menghadap kepada Allah s.w.t. secara kaffah. Bila hati sedang menghadap kepada Allah s.w.t maka mata hati dapat melihat kekuasaan Allah s.w.t.  Sementara semua makhluk hanyalah sebatas  ciptaan  kekuasaan-Nya.

Golongan kedua hampir serupa dengan golongan pertama, yaitu orang meminta kepada lain-Nya.  Walaupun dia memohon kepada Allah s.w.t, tetapi yang dipinta adalah sesuatu selain Allah s.w.t. Dia mungkin meminta agar Allah s.w.t mengaruniakan kepadanya harta, pangkat dan kemuliaan di sisi makhluk lainnya. Permintaannya sama seperti golongan yang pertama hanya saja dia meminta kepada Allah s.w.t tidak kepada makhluk. Orang yang dari golongan ini sedikit lebih baik,  yaitu yang memohon kepada Allah s.w.t agar dikaruniakan faedah-faedah akhirat seperti pahala, syurga dan juga keberkahan. Permintaan yang berupa faedah duniawi dan ukhrawi menunjukkan sikap kurang malunya seorang hamba itu terhadap Allah s.w.t. Orang yang seperti ini hanya melihat kepada nikmat tetapi tidak mau mengenali Pemberi nikmat. Perhatikan kepada diri kita sendiri, apakah disaat berdo'a kita hanya bisa merengek meminta itu dan ini  kepada Allah s.w.t. Jika sifat demikian ada pada diri kita, itu tandanya hati kita masih keras dan perlu dilembutkan dengan zikrullah dan amal ibadah agar lahirlah sifat malu terhadap Allah s.w.t Yang Maha Lemah-lembut.

Golongan ketiga adalah orang yang membuat permintaan kepada-Nya, yaitu meminta agar dia didekatkan kepada-Nya. Dia merasakan dirinya jauh dari Allah s.w.t. Inilah orang yang mata hatinya tertutup, tidak dapat melihat bahwa Allah s.w.t lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri. Allah s.w.t sentiasa bersama-samanya walau di mana dia berada. Bagaimana kita dapat melihat Allah s.w.t lebih dekat dari urat leher, dan Allah s.w.t sentiasa bersama walau di mana kita berada, semua hal ini tidak dapat diuraikan. Allah s.w.t. bukanlah penglihatan mata, tetapi penglihatan rasa atau penglihatan mata hati. Perhatikanlah, seandainya kita cenderung meminta supaya didekatkan kepada Allah s.w.t itu tandanya mata hati kita masih kelabu, maka sucikanlah hati dengan sholat, berzikir dan ibadah-ibadah lainnya.

Golongan keempat adalah orang yang mengajukan permintaan daripada-Nya. Orang ini mengakui bahwa Allah s.w.t saja yang memiliki segala-galanya. Hanya Allah s.w.t yang berhak memberi apa yang dimiliki-Nya. Permintaan seperti ini menunjukkan kurang percayanya kepada Allah ar-Rahman, Yang Maha Pemurah dan al-Karim, Yang Memberi tanpa diminta. Bukankah ketika kita di dalam kandungan ibu kita belum pandai meminta, tetapi Allah s.w.t telah memberi yang sebaik-baiknya kepada kita. Ketika kita belum pandai meminta, kita mempercayai-Nya sepenuh hati. Tetapi mengapa disaat kita sudah pandai meminta, kita menjadi ragu-ragu terhadap kemurahan-Nya. Perhatikan dan ingatlah, jika kita masih meminta-minta itu tandanya belum bulat penyerahan kita kepada-Nya. Sangatlah penting bagi orang yang melatih dirinya untuk dipersiapkan menemui Tuhan, tentunya orang tersebut harus  membulatkan tekad disaat penyerahan kepada-Nya tanpa keraguan sedikit pun.

Ketika membahas Hikmah 28, telah diuraikan keadaan orang yang telah memperoleh hakikat. Kesempatan mengalami hakikat bukanlah akhir pencapaian. Seseorang haruslah mencapai makam keteguhan hati sebelum mencapai makam kewalian. Pada makam kewalian si hamba dikurniakan penjagaan dan perlindungan-Nya. Orang yang belum sampai kepada keteguhan hati tidak lepas dari mengajukan permintaan kepada Allah s.w.t. Permintaannya bukan lagi berbentuk duniawi atau ukhrawi tetapi yang dimintanya adalah keteguhan hati, penjagaan dan pelindungan-Nya. Permintaan orang yang berada pada peringkat ini menunjukkan dia belum bebas sepenuhnya dari sifat-sifat kemanusiaan yaitu dia belum mencapai fana hakiki. Orang yang berada pada peringkat ini haruslah berhati-hati dengan pencapaiannya. Janganlah terpedaya dengan perolehan makrifat karena makrifat itu juga merupakan ujian.

Ketahuilah jika seseorang mendatangi Allah s.w.t berbekalkan amal maka Allah s.w.t menyambutnya dengan  perhitungan. Jika amalnya dihisab dengan teliti niscaya tidak ada satu pun yang layak dipersembahkan kepada Allah s.w.t. Jika dia mendatangi-Nya dengan ilmu pengetahuan maka Allah s.w.t menyambutnya dengan tuntutan. Ilmunya tidak mampu menyatakan kebenaran yang hakiki. Jika dia mendatangi-Nya dengan makrifat maka Allah s.w.t menyambutnya dengan hujah. Dia tidak akan dapat memperkenalkan Allah s.w.t.

Oleh itu singkirkan tuntutan dan pilihan agar Allah s.w.t tidak membuat tuntutan kepada kita. Lepaskan ilmu kita, amal kita, makrifat kita, sifat kita, nama kita dan segala-galanya agar kita menemui Allah s.w.t seorang diri tanpa bekal apapun. Jika mau mencapai keadaan ini, ikhlaskan hati untuk semua amal perbuatan kita. Baikkan niat dan bersabar tanpa mengeluh atau membuat tuntutan. Kemudian naik kepada ridha Allah s.w.t  dengan hukum-Nya. Insya Allah kita akan menemui-Nya, yaitu pertemuan ubudiyah dengan Rububiah.

Suasana yang disebutkan di atas telah digambarkan oleh Rasulullah s.a.w dengan sabda baginda s.a.w yang artinya : “Tidak ada amalan anak Adam yang melepaskan dirinya dari azab Allah s.w.t melebihi amalan berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla”. Baginda s.a.w juga bersabda yang artinya : “Berfirman Allah ‘Azza wa Jalla: "Barangsiapa menghabiskan waktunya berzikir kepada-Ku, tanpa meminta kepada-Ku, niscaya Aku berikan kepadanya yang lebih utama daripada apa yang Aku berikan kepada mereka yang meminta".

Zikir yang sebenarnya adalah penyerahan secara menyeluruh kepada Allah s.w.t dalam segala perkara agama, baik yang mengenai dunia maupun yang mengenai akhirat. Sholatnya, ibadahnya, hidupnya dan matinya hanya karena Allah s.w.t semata-mata. Dia menjalankan sholat, beribadah dan melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan hanya karena mengabdikan diri kepada Allah s.w.t. Sekiranya Allah s.w.t tidak menjadikan syurga dan neraka, juga tidak mengadakan dosa dan pahala, maka sholatnya, ibadahnya, pekerjaannya dan perbuatannya tetap juga serupa. Hatinya tidak cenderung untuk memperhatikan upah karena apa saja yang dia lakukan adalah karena Allah s.w.t. Hatinya bukan saja tidak memperhatikan upah daripada manusia, bahkan dia juga tidak mengharapkan balasan apa-apa dari Allah s.w.t. Kekuatan untuk mengingati Allah s.w.t dan berserah diri kepada-Nya merupakan ‘upah’ yang sangat besar, tidak perlu lagi menuntut upah yang lain.

Seorang hamba yang zikirnya sudah larut ke dalam penyerahan, segala urusan hidupnya akan diurus oleh Tuhannya. Dia adalah perumpamaan seorang bayi yang baru lahir, sentiasa dipelihara, dijaga dan dilindungi oleh ibunya. Pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan Allah s.w.t melebihi apa yang mampu dikerjakan oleh makhluk. Seorang hamba yang Allah s.w.t masukkan ke dalam daerah pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan-Nya itu dipanggil wali Allah s.w.t. Yaitu hamba yang dipelihara, dijaga dan dilindungi oleh Allah s.w.t dari lupa kepada-Nya, durhaka kepada-Nya, hilang pergantungan (selalu meminta) kepada-Nya dan juga dijauhkan dari gangguan makhluk-Nya. 

No comments:

Post a Comment