Tuesday, February 1, 2011

MENUNDA AMAL TANDA KEBODOHAN

MENUNDA AMAL KEBAIKAN KERANA MENANTIKAN KESEMPATAN YANG LEBIH BAIK ADALAH TANDA KEBODOHAN.
 
Hikmah yang lalu telah memaparkan kebodohan yang timbul karena kejahilan seorang hamba tentang kekuasaan Tuhan. Hikmah 26 ini kembali memaparkan kebodohan yang timbul lantaran kelalaian seorang hamba. Orang yang mabuk dibuai oleh ombak kelalaian tidak dapat melihat bahwa pada setiap detik pintu rahmat Allah s.w.t sentiasa terbuka dan Allah s.w.t sentiasa berhadapan kepada hamba-hamba-Nya. Setiap saat adalah kesempatan dan tidak ada kesempatan yang lebih baik daripada kesempatan yang memperlihatkan dirinya kepada kita. Kesempatan yang paling baik adalah kesempatan disaat kita sedang berada di dalamnya (dekat dengan Allah s.w.t.).
 
Kelalaian adalah buah dari angan-angan. Terlalu berangan-angan pula datangnya dari pokok kurang ingatan kepada mati. Jadi, obat yang paling mujarab untuk mengobati penyakit kelalaian adalah memperbanyakkan ingatan kepada mati. Apabila ingatan kepada mati sudah kuat maka seseorang itu tidak akan mengabaikan kesempatan yang ada baginya untuk melakukan amal salih.
 
Hikmah ke 26 jika ditafsir secara umum menganjurkan agar segala amal kebaikan hendaklah dilakukan dengan segera tanpa bertangguh-tangguh. Jika diperhatikan  Kalam-kalam Hikmat yang lalu dapat difahamkan bahwa Hikmah yang dipaparkan berperan dalam membimbing seseorang pada jalan kerohanian. Amal yang ditekankan adalah amal yang berhubung an dengan pembentukan rohani. Hikmah  27 nanti akan mengupas tentang makam , yaitu suasana kerohanian. Jadi, jika ditafsir secara khusus Hikmah  26 ini menganjurkan untuk bersegera melakukan amal-amal yang  menjadikan hati untuk menerima kedatangan hal-hal dan seterusnya untuk mencapai makam-makam tertentu. Amal yang berkenaan dengan ini adalah latihan kerohanian menurut tarekat tasauf. Latihan yang demikian harus disegerakan sebaik  mungkin, ketika mendapat kesempatan, tanpa menanti kedatangan kesempatan yang lain yang diharapkan lebih baik dan lebih sesuai.
 
Ketika menjalani latihan kerohanian secara tarekat tasauf  kehidupan hanya dipenuhi dengan amal ibadah seperti sholat, puasa, berzikir dan lain-lain. Semua amalan tersebut dilakukan bukan bertujuan untuk mengejar syurga tetapi semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah s.w.t dan mendekatkan diri kepada-Nya. Amalan seperti inilah yang membuka pintu hati untuk berpeluang mengalami hal-hal yang membawa kepada hasil yang diharapkan, yaitu makrifatullah. Barang siapa yang benar-benar ingin mencari keridhaan Allah s.w.t dan berhasrat untuk menghampiri-Nya serta mengenali-Nya, maka hendaklah jangan  ditunda-tunda lagi. Jangan mencari kesempatan yang lebih baik menurut hawa nafsu dan akal. Jangan menjadikan masalah keduniaan sebagai alasan untuk menunda tindakan dalam mencari keridhaan Allah s.w.t. 

Bulatkan tekad,  masuklah ke dalam golongan ahli Allah s.w.t yang beramal dan bekerja semata-mata karena Allah s.w.t. Benamkan diri sepenuhnya ke dalam suasana ‘Allah’ semata-mata dan tinggalkan apa saja yang selain Allah s.w.t.  Anggap saja latihan yang demikian itu seperti keadaan ketika menunaikan fardu haji di Tanah Suci. Selama di Tanah Suci, segala-galanya ditinggalkan di tanah air sendiri. Di hadapan Baitullah seorang hamba menghadap dengan sepenuh jiwa raga kepada Tuhannya. Dia tidak khawatir akan keluarga, harta dan pekerjaan yang ditinggalkan karena semuanya sudah diserahkannya kepada penjagaan Allah s.w.t. Allah s.w.t adalah  Pemegang amanah yang paling baik. Dia menjaga dengan sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepada-Nya. Syarat penyerahan itu adalah keyakinan.
 
Perlu juga dinyatakan bahwa latihan kerohanian secara tarekat   tasauf  bukanlah satu-satunya jalan kepada menuju Allah s.w.t. Tujuan utama latihan secara tasauf  adalah untuk mendapatkan ikhlas dan penyerahan yang menyeluruh kepada Allah s.w.t. Ikhlas dan penyerahan bisa juga diperoleh walaupun tidak menjalani tarekat   tasauf , tetapi tanpa latihan khusus pembentukan hati kepada suasana yang demikian adalah sulit untuk dilakukan.
 
Jalan yang tidak ada latihan khusus adalah jalan kehidupan harian. Pada jalan ini orang yang beriman perlu bekerja untuk menjalankan peraturan Islam dan mempertahankan iman. Pancaroba dalam kehidupan keseharian sangat banyak dan orang yang beriman perlu berjalan dicelah-celahnya, menjaga diri agar tidak tertawan dengan  segala godaan. Kewaspadaan dalam kehidupan keseharian itu adalah sifat takwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang mulia pada sisi Allah s.w.t.
 
Walau jalan mana yang dilalui tujuannya adalah memperoleh ikhlas, berserah diri dan bertakwa.

No comments:

Post a Comment